Tik..tik..tik...
Bunyi desiran air hujan mulai ramai terdengar dari sisi luar jendela kamarku hingga membuat jendela kamarku tampak kabur karena tertutupi bulatan-bulatan air yang ramai seakan sedang berkumpul bersama untuk menyapaku. Langit mendung membuatku semakin merasa nyaman dan damai.
Suasana di New York seperti inilah yang ku inginkan. Lebih tepatnya ku rindukan. Cuaca yang membuatku harus beberapa kali menggosokkan telapak tanganku dan kemudian meniupnya agar tetap hangat. Aku tetap berdiri didepan jendela sambil menatap butiran air yang semakin banyak sehingga tak ada ruang yang tersisa diantara mereka. Sampai akhirnya mereka bersatu dan berubah menjadi aliran air lalu jatuh hingga ke dasar kaca jendelaku.
Udara benar-benar sangat dingin, aku memutuskan untuk membuat secangkir teh untuk menstabilkan suhu badanku kemudian aku kembali ke sisi jendela dan menatap ke arah luar jendela. Kini hujan seperti mengerti perasaanku. Sesaat kemudian hujan mulai reda. Embun dan butiran air hampir tak tampak lagi dibalik jendelaku.
Sambil mengecup teh yang daritadi berada digenggamanku, tiba-tiba aku merasakan hal yang pasif. Pandanganku tertuju pada jalanan, lebih tepatnya trotoar yang terdapat diseberang rumahku. Diseberang sana, terdapat kursi panjang yang bisa memuat 2 orang. Dikedua sisi kiri dan kanan ditumbuhi masing-masing pohon yang sangat tinggi sehingga daun dari kedua sisi pohon itu seperti bertemu satu sama lain tepat setinggi 4 sampai 5 meter diatas kursi kayu.
Sejenak aku tersenyum. Aku melihat sosok seseorang yang familiar bagiku. Seorang laki-laki dengan tubuh sigap menggunakan pakaian yang menurutku lumayan casual sedang duduk diatas kursi kayu yang kelihatannya sudah berusia puluhan tahun sambil memegang sebuah payung untuk melindunginya dari rintikan hujan.
Disamping laki-laki itu, aku melihat se-bucket bunga putih yang kupastikan adalah bunga mawar berwarna putih. Ia tampak sibuk mengotak-atik handphonenya dan menggoyangkan atau lebih tepatnya menggetarkan kaki bagian kanannya. Sepertinya dia sedang menunggu seseorang. Lelaki itu mulai tampak resah. Sesekali ia melirik kearah pergelangan tangannya untuk melihat jam. Tentu dia sedang menunggu seseorang.
Sepertinya aku mengenal lelaki ini.
Jack.
Nafasku terhenti sejenak. Ah lupakan.
Sepertinya Dewi Penyelamat sedang berpihak pada Jack. Tiba-tiba sebuah senyuman tersirat diwajahnya dan kemudian berdiri. Jack berdiri tepat didepan bunga yang masih tergeletak dikursi. Ia ingin membuat kejutan untuk seseorang yang telah ia tunggu-tunggu. Tampaknya 'seseorang' itu telah datang. Jack melambaikan tangan kearah seberang jalan yang berjarak sekitar 11 meter.
Kebahagian benar-benar tampak dari raut wajah lelaki bertubuh jakung itu. Sambil membungkukkan badan seperti bersalam ala orang jepang atau mempersilahkan seseorang turun dari mobil ala orang prancis. Kemudian Jack bangkit dari bungkukannya dan mengeluarkan bucket bunga dari balik tubuhnya yang ia simpan dikursi.
“wait me, there. I'll show something more special than this dear.”, ucap Jack yang berniat akan melamar kekasihnya yang sedang berdiri diseberang sana. Ia sudah mempersiapkan semuanya dari jauh-jauh hari. Ia sangat berharap akan mendapatkan respon yang positif dan semua akan berjalan lancar.
Wanita itu tersenyum lalu mengangguk sejenak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar