Rabu, 25 Juli 2012

Best of Me

I wasn't mean the wrong way
Won't you do me the right way
Where you gonna be tonight
'Cause I won't stay too long

Maybe you're the light for me
When you talk to me it strikes me
Won't somebody help me
'Cause I don't feel too strong

Was there something that I said
Was there something that I did
Or the combination I broke that did me have

You know I'm hoping you'll sing along
Though it's not your favorite song
Don't wanna be there when there's nothing left to say

You know that some of us spin again
When you do you need a friend
Don't wanna be there when there's nothing left for me
And I hate the thought finally been erased
Baby that's the best of me

Everything's behind you
But the whole place signs besides you
Living in every moment
Have I wasted all your time

Was there something that I said
Was there something that I did
Or the combination I broke that did me have

You know I'm hoping you'll sing along
Though it's not your favorite song
Don't wanna be there when there's nothing left to say

You know that some of us spin again
When you do you need a friend
Don't wanna be there when there's nothing left for me
And I hate the thought been erased
Baby that's the best of me

Kamis, 19 Juli 2012

Marhaban Ya Ramadhan

MARHABAN YA RAMADHAN 
MINAL AIDIN WAL FAIDZIN, MOHON MAAF LAHIR & BATIN

Selamat memasuki bulan Puasa kawan-kawan.

Assalamualaikum, wr.wb

Saya dan sekeluarga ingin meminta maaf jikalau ada kesalahan baik yang disengaja mau pun tidak sengaja. Kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari dosa dan semoga semua amal ibadah kita dibulan yang suci ini diterima di sisi Allah. Sesungguhnya kesempurnaan itu hanya milik ALLAH SWT.

Wassalamualaikum, wr.rb


Rabu, 18 Juli 2012

Best Romantic Movie!

 Hello guys,
Saya akan me-recommend about best romantic movie:
1. “SOMETHING BORROWED”.


 Movie Trailer:
 
 The other movie trailer:
                                      
2. "The Proposal"
     Movie Trailer: 


 3. "Crazy Stupid Love"
  Movie Trailer: 
 
 
4. "The Vow"
 Movie Trailer:

 


5. "Crazy little thing called love"


 Movie Trailer:


6. "Friends with Benerfit"
 
Movie Trailer:


7. "Letters to Juliet"


Movie Trailer:


8. "Always"


Movie Trailer:


 9. "Love and other drugs"
 Movie Trailer:


 10. One Day
 Movie Trailer:



 HOPE YOU CAN ENJOY IT, GUYS!THANKYOU :D 

Selasa, 17 Juli 2012

Sinema Purnama MOVIE TRAILER


 You've to wacth it guys!
let me tell you guys, this is one of my favorite movie! I like it like it so so much. But i haven't wacthed the original movie yet 'cause i've not been able to come to there. Feel so sad but noprob. Check out the details about this movie...

Sinopsis Singkat:
"Sinema Purnama" adalah sebuah film omnibus indie dengan 4 cerita tentang cinta. Film omnibus ini terdiri dari 4 judul cerita yang dibuat oleh 4 sutradara muda, yaitu Dunia Paruh Waktu, Sinema Purnama, Kios dan Dongeng Ksatria.

Sinopsis Lengkap:
Sinema Purnama menceritakan 4 cerita tentang cinta, dengan suasana cerita yang berbeda:

Dunia Paruh Waktu (Radian 'Jawa' Kanugroho)
Arman adalah seorang penghobi foto yang sangat menyukai objek langit. Suatu hari, ia diberikan sebuah kamera foto analog oleh kekasih yang baru menjadi tunangannya, Rani.

Kenyataannya adalah kamera tersebut bisa membawa Arman ke masa lalu, dimana Arman menginginkan langit yang bersih, tidak terkontaminasi oleh teknologi dan perkembangan yang dibuat manusia. Namun, pertemuan Arman dengan Marni, seorang janda dari masa lalu, membuat Arman menyadari sebuah kenyataan yang mengharuskan Arman harus menentukan pilihan besar yang tidak hanya merubah dirinya, namun juga orang lain yang ada di sekitarnya.

Sinema Purnama (Andra Fembriarto)
Ahmad berusaha keras untuk menyelenggarakan Festival Film Jihad sebagai dakwahnya agar dapat menjadi seperti Ustad Mahmud, yaitu mendapatkan cinta. Namun film-film yang dipilihnya cenderung beraliran keras sehingga tidak ada yg tertarik datang kecuali seorang wanita bernama Mba Sari. Ahmad meminta bantuan Mba Sari untuk membenahi festivalnya sebelum berakhir 4 hari kemudian.

Mereka berdua menemukan semangat di dalam diri mereka sampai pada saat di mana Ahmad diajak untuk menyerang perkumpulan doa kaum kafir oleh temannya. Ajakan ini membawa konsekuensi besar pada festival film Ahmad dan Sari.

Kiosk (Pandu Birantoro)
Bagas adalah pemilik toko buku muda sekaligus penulis yang sedang berusaha menerbitkan tulisannya. Suatu siang, Bagas bertemu kembali dengan teman masa kecilnya, Dorinda. Sebuah dialogue driven film (atau film yang mengutamakan dialog antar karakternya), Kiosk mengikuti percakapan dua sahabat ini dalam sehari dimana mereka mengupas arti cinta, relationship, dan bermain dengan batasan persahabatan dan kasih sayang.

Dongeng Ksatria (Ray Nayoan)
Seorang anak berumur 10 tahun, Gibran, ditantang oleh geng kompleksnya, The Last Boyz, untuk masuk bersama mereka ke sebuah rumah kosong yang angker.

Saat berada di dalam, Gibran terpental ke dimensi lain dimana dia dikejar oleh bayangan hitam, Tetapi kemudian diselamatkan oleh seorang gadis yang tidak memiliki nama. Gibran lalu memberi nama Kartini kepadanya. Merasa berhutang budi, Gibran berjanji akan mencarikan Kartini jalan pulang.

Pemain:
Said Satriyo, Lisa Syahtiani, Maryam Supraba, Andrie Rizky, Ananda Moechtar, Tim Matindas, Jamie Soekarna, Dolfry Indasuri, Annisa Pagih, dan Naya Anindita.

Sutradara:

Andra Fembriarto, Radian 'Jawa' Kanugroho, Ray Nayoan, Pandu Birantoro

Trailer Soundtrack:

Ananda Moechtar & Aurelia Ananda - Whispering
Yudhi Arfani feat. Naya Anindita - Dream & Wonder
METRO - Rewind

Minggu, 15 Juli 2012

irreplaceable PART 1

eh ada anak baru tuh, menuju ruang kepala sekolah!”

     Anak baru? Tira segera bergegas bangkit dari tempat duduk dan menghabiskan tetesan akhir dari air jeruknya. “Eh tunggu”. Tira berlari tanpa mempedulikan reaksi adik kelas yang menatapnya heran. Tira berbelok kearah kanan dan tiba-tiba mendapati kepala sekolah sedang berbincang-bincang dengan salah satu orangtua murid. 'apa ini orang tua anak baru itu ya?'. Sontak Tira terkaget, ketika sepasang mata pak kepala sekolah melihatnya. Tira bersembunyi dibalik tembok dan menengok kembali. 
 
      “kosong..kosong..eh kok udah hilang? Cepet amat?” ucapnya dalam hati. Tira menengok kesana kemari tapi tetap tidak mendapati sosok yang ia cari. “hey, nyari apaan sih?” tiba-tiba Raka menyapa Tira dari belakang. Raka adalah captain basket terpopuler disekolah. Postur tubuhnya masuk dalam kategori double perfect dan otot-ototnya membuat sebagian cewek disekolah susah untuk berpaling dari hadapannya. Tira dan Raka bersahabat sejak kelas 6 SD. Mereka benar-benar seperti saudara. Bahkan karena kedekatan mereka, ada yang sampai mengira kalau mereka pacaran. Tira sama sekali tidak tertarik dengan sosok pria yang kini berada dihadapannya. Selain karena sifat asli yang dimiliki Raka yang suka gonta ganti pacar, Tira juga berfikir untuk tidak merusak hubungan persahabatannya. Dibuanglah jauh-jauh pikiran itu. “ah? Nggak kenapa-kenapa kok.” dengan terbata-bata Tira menjawab pertanyaannya.

  “masuk kelas sana, udah bel tuh”.
  “yaudah, duluan ya. Lo cepetan ganti bajunya. Kucel amat sih”.
  “iya bawel”, ucapnya sambil mengacak-ngacak rambutnya.

      Tanpa berfikir panjang, Tira bergegas menuju kelas dengan pikiran yang terus bertanya-tanya. Koridor tampak ramai oleh gerombolan murid yang berlomba masuk ke dalam kelas. Sambaran demi sambaran sudah tidak menjadi persoalan baginya. Tira menyusuri setiap anak tangga dan melangkahkan kaki masuk kedalam kelas. “eh eh gimana, lo ketemu nggak?”, Desya menarik tangan Tira. “ah, sial. Gue nggak sempet ketemu. Tadi gue kedapetan kepala sekolah tuh, pas gue cari-cari eh udah ilang. Yaudah, gue balik”.

     Tira memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya. Ia mendengus sambil mengeluarkan handphone Blackberry. Mengecek apakah ada hal-hal baru yang ia lewatkan. Timeline twitter tampak sepi. Sepi dari gosip.

'kenapa harus kepikiran sih? Nggak penting amat deh kayaknya. Lupain, tir. Lupain'

SENDING.

Successfully Posted Your tweet!

irreplaceable PART 2

TOK TOK TOK TOK TOK

      “Tir, bangun Tir. Bu santi masuk”, Raka mendorong tubuh Tira untuk membangunkannya. Dengan sekali dorongan, Tira tersadar dan segera memperbaiki keadaannya yang kacau. Rambut acak-acakan. Baju agak kusut. Muka pun muka bantal.

     “Anak-anak, sebelum kita memulai pelajaran, Ibu ingin memperkenalkan teman baru kalian. Nak, ayo masuk sini”. Seketika detak jantung Tira berhenti. Berdetak. Ia merasa tak ada lagi ruang udara yang tersisa untuknya. Tira menahan nafas sampai tiba-tiba ia mendengar suara langkah kaki masuk melewati pintu. Dilihatnya sepasang sepatu masuk. Jantungnya semakin tak terkontrol. Tira melanjutkan tatapannya keatas. Baju dimasukkan dalam celana dengan rapi. Postur tubuh yang....lumayan, membuat Tira tidak berhenti untuk mengucapkan “OMG OMG OMG”. Sampai akhirnya mata Tira terpaku pada papan nama yang tertempel disisi kiri baju laki-laki yang sekarang berdiri didepan kelas.

     “Nama saya Raditya Putra Agung, kalian bisa panggil saya Radit. Saya pindahan dari Jakarta, dari Mentari High School.” Belum sempat Tira membaca papan nama tersebut, anak laki-laki dihadapannya sudah mengucapkannya terlebih dahulu. “oh..Radit” gumamnya dalah hati.

     “silahkan nak Radit, duduk ditempat yang kosong”. Dengan segera, Radit si anak baru menuju ke tempat yang diisyaratkan. Samping Raka. Mau tak mau hanya itulah bangku yang kosong. Radit meletakkan tas diatas mejanya dan mengajak Raka kenalan. “Gue Radit”. Tanpa berfikir panjang, Tara berbalik sedikit ke arah Raka dan menaikkan alis sebagai kode untuk membalas sapaan Radit. “Ngg..gue Raka”. Tira membalikkan tubuh dan mengatur denyut jantung yang sudah tidak karuan sambil memejamkan mata sejenak.

Breath in and out.


Kamis, 24 Maret 2011

      Hari ini Tira akan mengabulkan permintaan orang yang sudah menjadi pacarnya selama 3 bulan. Mereka berencana untuk makan malam disuatu tempat yang special menurut Abi (pacar Tira). Tira berdiri didepan kaca untuk merapikan kembali penampilannya dan tiba-tiba terdengar klakson mobil dari luar rumahnya. Ia menengok ke jendela, ternyata itu mobil Abi. Pada detik itu juga, handphone Tira berdering...

Abi's Calling

iyaiya..tunggu ini baru mau keluar. Pamitan dulu”.

      Tanpa menunggu jawaban dari Abi, Tira menutup telephone lebih dulu. Ia berjalan menuju ke rak sepatu yang berada dekat pintu keluar rumahnya. Ia mengambil high heels favorite dan kebetulan sepadan dengan warna bajunya. “HAP.i'm ready” teriaknya. Tira berpamitan ke orangtuanya dan bergegas keluar, mengingat Abi sepertinya mulai kesal menunggu lama karena sejak pembicaraan tadi. Abi terus menelfonnya.

      “halo, maaf ya nunggu lama. Abis tadi tuh...”. Tira membuka pembicaraan. “udahlah, tiap anniversary kita kamu selalu aja telat”, ucap Abi memotong pembicaraannya. Tiba-tiba perasaan Tira menjadi tidak enak. Dengan perasaan kesal, Tira tidak bisa menahan emosinya. “kapan sih kamu bisa ngertiin? Telat 5 menit aja udah marah-marah nggak jelas.” Tira mencoba untuk menenangkan diri, agar tidak terlalu larut dalam emosinya sendiri, yang bisa menyebabkan kejadian tidak diinginkan terjadi. Lagi.

      “kamu tuh yang nggak pernah ada usaha buat ngerubah sifat jelek kamu, aku kan udah ngabarin sejam yang lalu. Harusnya kamu udah siap-siap dong, bukannya baru mau inilah..itulah..”. Melihat sikap Abi, Tira benar-benar tidak bisa menahan emosinya lebih lama lagi. Suasana malam yang indah tiba-tiba berubah. “aku emang nggak bisa untuk ngerubah sikap, terus kamu maunya apa? Asal kamu tau ya, sebenarnya hal sepele seperti ini nggak usah diributin. Kalau tujuan kamu mau macarin aku dan ngubah aku jadi apa yang kamu mau, sori, Bi. Aku nggak bisa. Mending kita udahan aja, kalau dari awal kamu nggak bisa nerima aku apa adanya”.

      Abis terdiam. Begitupun Tira. Alunan musik dari Ne Yo terdengar hingga kesudut mobil Abi. Suasana belum berubah. Keduanya hanya terdiam menyadari kesalahan mereka. 3 menit. 8 menit. Mereka masih terdiam. Tiba-tiba Abi memutuskan untuk membuka percakapan..

      “Tir..aku..” sebelum Abi melanjutkan, Tira buru-buru memotong pembicaraan. Dengan pengucapan yang tenang, Tira meluapkan 4 kata yang ada diotaknya. “Aku mau kita PUTUS”. Abi kanget. Matanya melotot memandangi Tira dengan ekspresi tidak percaya. “Tir....”, kata Abi. Lagi dan lagi sebelum Abi melanjutkan, Tira berbalik badan, membuka pintu dan menutupnya dengan agak kasar. Abi memukul stir mobilnya dan memijit-mijit jidatnya. Tira melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah dan menuju ke kamar yang terletak dilantai 2.

      Ia rebahan keatas tempat tidur. Malam itu menjadi mimpi buruk bagi Tira. Iming-iming bayangan soal makan malam special,hilang sudah. Orang yang paling ia butuhkan disaat-saat seperti ini adalah Raka. Ia meraih handphone yang ada didalam tasnya dan mulai mencari kontak Raka. Lalu memencet tombol hijau. Tak lama menunggu, suara Raka pun terdengar. “kenapa lagi lo?”, ucap Raka sebagai pembuka. “sialan lo. Eh..gue putus, Ka”. Air mata Tira pun membasahi pipinya. “kok bisa? Berantem? Bukannya mau janjian?”. Tira menarik nafas dan tiba-tiba tidak ingin berbicara banyak. Ia memutuskan untuk mengakhiri pembicaraan dan melanjutkannya besok. Disekolah.

      Tira benar-benar kacau. Semua terjadi diluar dugaan Tira. Ia berpikir, mimpi buruk apa yang terjadi pada dirinya. Mimpi yang benar-benar buruk. 3 bulan itu, bukan waktu yang mudah untuk ngejalanin hubungan. Bagi Tira. Selama ini, ia hanya bisa menjalin hubungan dengan kurun waktu 1 bulan. Nggak heran, kenapa ia begitu menyesali perbuatannya tadi. Tapi, Tira membenci laki-laki yang nggak bisa nerima dia apa adanya. Benci.

Keputusan terakhirnya adalah tidur lebih cepat dan berharap besok akan baik-baik saja.

Hufft..

irreplaceable PART 3

kenapa lo semalem? Cerita dong cerita. Kan semalem udah janji”

     Raka adalah jenis manusia yang suka nagih janji. Pagi-pagi, bel belum berbunyi pun, dia sudah melaksanakan kewajibannya itu. Tira yang baru saja memasuki ruangan, tiba-tiba diterpa pertanyaan-pertanyaan yang bikin mood Tira down. Suasana kelas masih tampak sepi. Hanya ada beberapa siswa yang ngerumpi disudut kelas. Tiba-tiba mata Tira terpaku ke sebelah Raka. “Radit mana?”, Tira memberi Raka kode dengan menaikkan alis ke arah tempat duduk Radit si anak baru.

     “Nggak tau, paling entar lagi datang. Lo mabuk ya? Inikan masih pagi amat. Wajarlah dia belom dateng.” Menyadari sindiran Raka, Tira duduk dan melemparkan tasnya ke atas meja. Beberapa orang melirik ke arahnya, tetapi hanya sementara saja. “Tir...”, Raka berusaha membujuk Tira untuk menceritakan apa yang terjadi semalam. Raka tau kalau sahabatnya ini, gampang stress. Jadi lebih baik ia agak 'sedikit' memaksa Tira untuk bercerita, tujuannya sih agar Tira tidak menyimpan banyak beban di pikirannya.

     “Ntar deh, gue pengen sendiri dulu, Ka”, mendengar jawaban itu, Raka mengurungkan niatnya untuk memaksa Tira bercerita. Ia lebih baik membiarkan Tira berfikir dan menunggu waktu yang tepat. Sepanjang waktu pelajaran, Tira benar-benar termenung oleh kejadian semalam. Saat bel jam untuk istirahat pun, Tira lebih memilih untuk tiduran didalam kelas dibanding ke kantin. Raka menawarkan berbagai makanan tetapi tetap saja Tira sedang tidak ingin berbuat apa-apa.

      Hingga saat bel pulang, Tira masih tutup mulut. Kelas mulai tampak sepi. Hanya tinggal mereka berdua. Raka menunggu reaksi Tira dari belakang. Tiba-tiba Tira berbalik badan...

     “udah, lo pulang duluan aja. Hari ini gue bawa mobil jadi bisa pulang kapan aja. Gue masih pengen sendiri, Ka. Lo kan sahabat gue, jadi lo bisa ngertiin gue kan?”.

      Pernyataan itu benar-benar membuat Raka berat untuk beranjak dari tempat duduknya. Bagaimana bisa ia meninggalkan Tira sendirian dengan keadaan seperti itu?. “Tapi, Tir...”. “udah nggak apa-apa kok. Entar malam gue janji deh buat cerita.okay?”. Dengan berat hati, Raka meninggalkan Tira sendirian. Dalam kelas.

      Setelah melihat sosok sahabatnya meninggalkan ruang kelas, Tira menutup mata. Menarik nafas dalam-dalam. Berharap tidak akan mengeluarkan setetes air mata sedikitpun. Ia membuka mata dan mengambil tas untuk segera bergegas keluar. Ia melihat kearah lapangan sekolah. Sudah sangat sepi. Tira memutuskan untuk berjalan mengelilingi sepanjang koridor lantai dua. Mumpung sepi, pikirnya. Ia mengitari koridor yang berbentuk 'O'. Ia berfikir untuk memulai dari depan kelasnya dan berakhir didepan kelasnya juga.

      Sambil melangkah, Tira terus dibayangi oleh kejadian-kejadian semalam. Pertanyaan mulai muncul satu persatu dalam benaknya. “apa gue salah ya?” “apa gue bakal nyesel?” “kenapa bisa?”. Sesekali, Tira menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya. Dengan perasaan tidak karuan, Tira merasakan kehancuran yang tak bisa ia bendungi. Ia merasa membutuhkan pundak seseorang untuk menangis tetapi ia belum siap untuk bercerita. 5 menit Tira berjalan dan memikirkan segalanya.

      Akhirnya, Tira menemukan titik akhir. Ia berfikir, “sampai kapan harus seperti ini? Ini bukanlah akhir dari segala. Mungkin ini memang yang terbaik buat gue, dan harus gue syukuri. Masih ada yang lebih baik diluar sana”. Seketika, Tira melontarkan sebuah senyuman ikhlas dan menghirup udara yang segar. Berhubung cuaca siang ini sedang mendung dan sekolahnya dikeliling oleh berbagai macam jenis tumbuhan, jadi Tira dalam merasakan ketenangan seperti dipuncak.

      Tira mempercepat langkah, sebelum hujan mengguyur bumi ini dan membuat Tira harus lari-lari cepat agar terhindar dari rintik hujan. Walaupun kita tau, secepat apapun kita berlari pasti akan basah. Tetapi, langkah Tira tiba-tiba menjadi pelan. Dari kejauhan dia melihat ada segerombolan kakak kelas. “aduh ngapain mereka? Bukannya daritadi udah sepi ya?” lirihnya dalam hati. Niat untuk membalikkan badan, sudah tidak bisa dilakukannya. Mau tidak mau, langkahnya harus tetap maju ke depan.

      “eh ada adik kelas nih, Tira...Tiraa..”. Rayuan itu benar-benar membuat Tira geli setengah mati. “kok belom pulang? Sendirian aja nih kayaknya. Gue anterin yuk”, ucap Tomi si kakak kelas. “Ngg..iya kak, ini baru mau pulang”, jawabnya sambil menunduk dan melanjutkan langkahnya. “eits, password dulu dong”, tiba-tiba langkah Tira terhenti. Lebih tepatnya dihentikan oleh si Kakak kelas. “hah? Apaan kak? Aku nggak tau”. Tira merasakan bulu kuduknya merinding dan berpikir “ini ada apa lagi?”.

      Tiba-tiba Tira terpaku oleh sosok laki-laki dihadapannya. Radit. Ada Radit. Dengan penuh harap, Tira berharap Radit datang untuk menolongnya. Dilihatnya Radit sedang menengok ke arahnya dan langsung berjalan menuju ke arahnya.

   “ada apa nih?”, tantang Radit.
   “emang kenapa lo?”, ucap kakak kelas.
   “eh jangan berani ama cewek ya! Tir, kamu jalan aja, nggak usah ladenin mereka. Ayo cepet!”

     Radit memberi isyarat tanda kepada Tira untuk bergegas pergi dan gerombolan cowok yang ngehadang Tira, membiarkannya lewat begitu saja. Setelah 3-4 langkah, Tira membalikkan badan dan membisiki telinga Radit. “Tapi Dit, nggak usah diladenin lah. Yuk”, Tira menarik lengan Radit. Tira nggak ngerti sama sekali, ini semua acting atau bukan. Semuanya menjadi kacau. “udahlah, nggak usah pusing, pergi aja”.

  “Tapi...Dit...”, gumamnya.

    “Tiirr !!” dengan emosi, Radit membentak Tira dan dengan terpaksa Tira berbalik badan meninggalkan tempat itu dengan perasaan...entah apalagi. 


Kacau. Kacau.

irreplaceable PART 4

 Keesokan harinya....

       “eh, lo kemarin kenapa? Dihadang gitu ya? Trus trus? Eh ia gue denger dari anak-anak, si Radit ditantang tuh gara-gara ngebelain lo kemarin. Pulang sekolah dia disuruh kelapangan deket sekolah. Jadi gimana? lo...”, sontak mata Tira terbelalak dan langsung berdiri tanpa mendengar cibiran Desya sampai habis.

      Tira bergegas keluar kelas dan mendapati Radit sedang berdiri sambil menopangkan sikunya pada besi-besi koridor dan menatap lurus ke depan. Lapangan siang itu tampak kosong, tapi dia tetap saja memandang kedepan.

  “Dit, gue denger...”, Tira membuka pembicaraan.
“udahlah, Tir. Ini udah jadi urusan gue”
  “tapi kan..ini salah gue juga.”
  “tapi ini udah pilihan gue, gimana kalo kemarin gue tinggalin lo?”
  “makasih, tapi nggak perlu ,Dit. Ntar gue yang ngomong sama anak-anak kemarin deh”
  “cari mati lo, nggak usah ikut camput deh”
  “gimana nggak ikut campur, ini menyangkut gue juga. Gue harap lo batalin kedatangan lo ke lapangan”
  “jangan coba halangin gue”, Radit berbalik badan dan pergi meninggalkan Tira begitu saja.
 
      “Tapi Dit....”, Nggak sempat sama sekali Tira mengucapkan beberapa kalimat, sosok Radit sudah menghilang dibalik pintu kelas. Sekarang keadaan berbalik. Tira menatap lurus kedepan. Lapangan tetap kosong tetapi pikirannya tetap ramai. Ramai akan bayangan kejadian sehabis pulang sekolah kemarin. Tira berkata dalam hati “Apa sedalam itu pengorbananya buat gue? Apa itu bener-bener buat gue? Apa yang harus gue lakuin sekarang?”....


Tira berbaring diatas tempat tidur sambil mencari kontak bbm Raka dihandphone blackberry miliknya.

Tirani   : PING!!! halo...

Rakaka : iyaa

Tirani   :  Yah gue kirain lo marah sama gue, mana pake nggak masuk sekolah segala tadi. Lo tau nggak, Radit  diancem gara-gara nolongin gue kemarin tau nggak? Parah abis. Tadi sih gue udah ngebujuk Radit buat nggak dateng tapi ya dia keras kepala banget, nggak mau dibilangin. Dia emang kayak gitu ya?heran deh.”

Rakaka : terus?

Tirani   : Lo kenapa sih, Ka? Jutek amat. Sorry deh, kalo lo masih ngambek.

Rakaka : iya

Tirani   : Jangan mulai deh, jangan nambah penderitaan gue dong

Rakaka : Tir, yang mau gue denger tuh cerita kenapa lo putus sama Abi.

Tirani   : Raka, gue tuh udah ngelupain dia, nggak usah dibahas deh. Yang jelas malam itu gue putus karena dia ngambek nggak jelas sama gue.

Rakaka : terus yang mutusin siapa?

Tirani   : menurut lo? Menurut loooo? Plis deh, Ka. Ya jelas gue yang mutusin lah.

Rakaka : loh? Terus kenapa lo sedih? Kan itu keputusan lo

Tirani   : Jangan mulai deh . Intinya gue putus. Udah. Lo nggak asik ah

Rakaka : yee maaf, terus Radit gimana?

Tirani   : Tapi tadi Desya nelfon gue, katanya sih aman-aman aja. Soalnya ada ngelaporin gitu. Jadi mereka diancem gitu deh.

Rakaka : Kasian yee cowok lo.

Tirani   : Eh, sialan lo!

Rakaka : yee maaf, eh tadi ada tugas nggak?

Tirani   : tadi...hmm ya ampun.. ada, Ka. Gue lupa disuruh kerjain laporan yang minggu lalu kita praktekin. Besok harus udah dikumpul. Mampus!

Rakaka : nah kan, hobi deh lo. Yaudah sampai ketemu besok ya

Tirani   : Iya iya ya ampun, begadang deh. Bye

Rakaka : Fokus aja la, Tir. Goodluck buat kita berdua.

Tirani   : thanks yaaaa RAKA KU CIMI CIMI :D:D:D

      Sebelum sempat melihat balasan dari Raka, Tira bergegas menuju meja belajar. Ia bergumam, “ini bakalan jadi malam yang panjang deh kayaknya”.

*sigh*

irreplaceable PART 5

     Tidak terasa, waktu berjalan begitu cepat. Sekarang Tira menduduki bangku kelas 3 SMA dan sebentar lagi akan meninggalkan masa-masa SMAnya. Begitu banyak kenangan yang ada disekolah ini bagi hidup Tira. Rasa-rasanya berat untuk meninggalkan semuanya.

    Tiba-tiba bayangan wajah Radit tersirat dibenaknya. Tira menyadari satu hal, banyak kejadian yang ia alami bersama Radit disekolah itu.

    “Assalamualaikum”, Tira sontak terbangun dari lamunannya. Ia melihat sosok Ibu-Ibu yang berdiri didepan pintu kelasnya. Bu Santi menjawab sambil tersenyum, “waalaikumsalam, ada yang bisa saya bantu bu?”. Murid-murid mulai terdengar usik bertanya kesana-kemari. 'siapa ya ibu ini?', gumamnya dalam hati. Ibu-Ibu itu menyodorkan 4 paket susu strawberry dan membisikkan sesuatu ke Bu Santi.

    Tiba-tiba, Tira mendengar dengusan yang lumayan keras dan membuatnya berbalik badan. Diliatnya Raka yang mengangkat bahu, pertanda tidak mengetahui apa-apa. Tira menengok ke sosok laki-laki yang kelihatan gusar, duduk disamping Raka. 'kenapa sih?'.

    Setelah itu, Bu Santi masuk dengan menggandeng 4 botol susu itu dan melanjutkan pelajarannya. 30 menit berlalu. Bel tanda istirahat berbunyi. Murid-murid berlarian keluar kelas. Hanya ada Tira, Raka, Radit, Bu Santi dan beberapa murid lainnya yang bisa dihitung jari sedang ngerumpi seperti biasa disudut kelas. Radit melangkahkan kaki, meninggalkan tempat duduknya. Tiba-tiba Bu Santi memanggil Radit, “Dit, sini dulu”. Radit yang tadinya jalan menuju luar kelas, langsung berbalik badan ke arah Bu Santi. Tira melihat Bu Santi menyodorkan 4 paket susu itu ke Radit.

    Sambil sedikit menguping, Tira mendengar “Ini, tadi itu mama kamu kan? Katanya kamu lupa minum susu tadi pagi. Buat jaga kesehatan aja sih”. Tak bisa menahan tawa diam-diam, Tira tiba-tiba berteriak dan ketawa geli. “aaaahh anak mami dibawain susu”. Murid-murid yang lain-pun ikut menerawakan Radit. Mendengar perkataan Tira, Radit melihat sinis ke arah Tira.

    Seketika tubuh Tira merasakan aura perang dunia ke 2. Dengan sigat, Tira menahan tawa dengan terpaksa sambil menutup mulut dengan kedua telapak tangannya. 'sial sial sial', gumamnya dalam hati. Setelah mengambil susu itu, Radit mengambil langkah menuju luar ruang kelas. Tira sesegera mungkin beranjak dari tempat duduk dan berencena untuk mengejarnya. Didepan pintu, Tira berdiri dan mencari sosok Radit. HILANG. Batang hidung Raditpun, lenyap. Ia mengurungkan niat untuk mengejarnya. Raka yang sudah sejak tidak tahu kapan, berada dibelakang Tira. “udahlah, makan yuk”. Raka mengajak Tira ke kantin.

    Langkah Tira terhenti, matanya terpaku pada sosok Radit yang sedang duduk dipojokan kantin.T erlihat Radit sedang termenung, lebih jelasnya merasa malu karena kejadian dikelas tadi. Tira berniat untuk menghampirinya. Sebelum Tira melangkahkan kaki, dalam hitungan 3 detik, Radit mengangkat kepalanya dan memandang Tira. Entah, Radit memiliki batin yang kuat atau indera ke enam Radit merasa ada orang yang sedang ingin menuju ke arahnya. Tira tertegun. Ia menghentikan langkahnya.

    Diluar dugaan, Radit bergegas untuk meninggalkan kantin dan menatap tajam ke arah Tira. Dengan rasanya bersalah, Tira hanya bisa menunduk dan membiarkan Radit berlalu begitu saja.

 2 minggu kemudian...

    Tira merasa, ini adalah waktu terlama ia memiliki musuh. Radit belum berniat untuk memaafkan Tira. Apa daya, Tira hanya bisa menunggu dari keputusan Radit.

  Teeeng....Teeeng...Teeeng....

Bel berbunyi tanda waktu istirahat tiba.

    Tanpa menghiraukan Radit, LAGI, Tira segera meninggalkan kelas, menuju kantin. Radit mengalihkan pandangan ke arah Tira yang berjalan menuju keluar pintu kelas. Sejenak Radit terdiam. Beberapa detik kemudian, Radit beranjak dari kursi.

     Disisi lain, Tira berjalan melewati koridor dan memandangi lapangan yang tampak ramai oleh anak kelas 12 sedang bermain basket. Tira mendapati 2 pasang mata yang tersenyum padanya. Tira melambaikan tangannya kepada sahabatnya. Raka. Setelah itu, Tira melanjutkan langkahnya menuju kantin.

    Hari itu, Tira tidak ingin makan macam-macam. Ia berencana hanya akan membeli sebotol susu. Sesampainya dikantin, ia segera menuju ke warung langganannya.

“pak susu rasa strawberrynya dong, satu. Nih duitnya”.

     Setelah memberikan 2 lembar uang 2000 rupiah, Tira berjalan menuju kulkas yang berada 1 meter dari tempat ia berdiri tadi. Kedua bola matanya sibuk mencari susu strawberry yang ia maksud, sampai akhirnya ia menunduk dan matanya terpaku pada rak ke tiga dari kulkas itu. Ia meraih susu strawberry dihadapannya.

    Tiba-tiba sekujur tubuhnya terdiam. Merasakan udara dinginnya kulkas menusuk ke kulit tubuhnya. Ia merasa menjadi patung dadakan. Ia melihat ada 2 tangan yang ingin meraih susu strawberry tersebut. ia bertanya dalam hati “itukan tangan gue, terus yang itu tangan siapa?”.

    Dengan perasaan deg-degan, Tira membalikkan badan dan mendapati Radit sedang berdiri dibelakangnya. “Ternyata, selain gue, ada anak mami dadakan juga ya. Tumben nih, perasaan lo nggak suka ginian deh”. Radit tersenyum melihat ekspresi Tira yang masih kaget akan kehadirannya.

    “eh apa-apaan sih, yeee”, Tira segera menegakkan badan. Tira berkata dalam hati “kok Radit bisa tau? Apa dia suka merhatiin gue ya?”. Tira menggeleng-geleng kepala. Ia tak ingin berlama-lama memikirkan hal seperti itu.

“cuma nyapa aja sih,jutek amat”, ejek Radit sambil mengacak rambut Tira.

     Melihat tingkah Radit, Tira menyubit perut Radit dan kemudian mereka berlari keluar kantin, kejar-kejaran sampai kelas. Raka yang melihat tingkah sahabatnya dari sisi lapangan, hanya bisa tersenyum sambil menggelengkan kepala.

    Sejak kejadian itu, Tira merasa Radit mempunyai tempat tersendiri dihatinya. Entah kenapa, hari-hari berikutnya mereka semakin dekat dan itu membuat Radit memiliki arti tersendiri di hati Tira. Begitupun , Radit. Tingkah lakunya semakin berbeda, hari demi hari. Radit semakin memanjakan Tira.

     Tetapi dengan perubahan itu, tidak membawa mereka ke jenjang lebih serius. Tira terus bertanya-tanya, apa arti kedekatan mereka selama 1 tahun ini? Apa semua tak berarti apa-apa? Tira hanya ingin penjelasan atas hubungan mereka.

     “Ya anak-anak, sesuai dengan kesepakatan dari pihak yayasan, acara penamatan diadakan tanggal 11 Juni 2012 bertempat di hotel Santika pukul 07 Malam”. Bu Santi menjelaskan seputar persiapan penamatan nanti. Tanpa mempedulikan ucapan Bu Santi, Tira kembali berfikir tentang baju yang akan dia kenakan nanti. Ia berencana untuk berburu baju, sepulang sekolah nanti.

irreplaceable PART 6

“Eh udah rapi belom, bagus nggak?”


     Tira berdiri didepan cermin, dengan berbalut gaun berwarna biru metalik dan dandanan naturalnya sambil berputar ala balerina. Raka yang duduk disudut tempat tidur, tampak kebingungan melihat sahabatnya. Tira kelihatan begitu semangat untuk menghadiri acara penamatan sekolahnya.

  “udah, udah. Kenapa sih lo? Girang amat!”, tanya Raka sambil merapikan dasinya.
  “perlu gue jawab ya? Menurut loo ?”, jawab Tira, jutek sambil mengacungkan jari berbentuk L.

    Sadar akan jawaban Tira, Raka tidak ingin memperpanjang permasalahan dengan sahabatnya yang satu ini. “yuk, udah telat nih”. Raka menarik tangan Tira yang tampaknya betah berdiri didepan cermin. “eh tunggu, sepatunya, Ka”. Seketika Raka melepas tangan Tira dan melanjutkan langkah ke arah mobil. Tira segera bergegas mengambil sepatu dan menuju mobil.

    Sepanjang perjalanan, Tira merasakan denyut jantungnya berdetak semakin cepat. Ia merasakan akan ada kebahagian yang super menghampiri dirinya. Jalanan tampak sepi, hingga Raka bisa mempercepat laju kendaraannya.

15 menit kemudian...

    Tira menginjakkan kaki kanannya turun dari mobil menuju ballroom. Dipandu oleh Raka, bak seorang putri, Tira menggandeng tangan Raka. Ia mulai berjalan melalui lobil hotel dan memasuki area ballroom. Suasana tampak ramai. Gaun glamour warna-warni menghiasi gedung yang berukuran cukup luas. Tampak para tamu undangan sudah menduduki tempatnya masing-masing.

    “Tir, entar ada kata sambutan ya dari lo, soalnya si Rasti nggak bisa dateng. Berhubung lo wakilnya dia, yaa bisa kan.” Tiba-tiba Desya menghampiri Tira. Sontak Tira terkaget. “ what? Gue? Aduh mendadak amat sih?”. Tira menyadari, berbicara didepan audiens yang bisa dikategorikan banyak ini TANPA PERSIAPAN membuatnya akan menjadi patung mendadak. Tapi tidak ada pilihan lain. Tira harus melaksanakan kewajibannya.

    Sebenarnya sejak kedatangan Tira, yang ia harapkan adalah bertemu sosok Radit. Tujuan dan alasan utama dia keacara ini tuh selain merayakan kelulusannya, juga ingin bertemu Radit 'mungkin' untuk terakhir kalinya. Banyak hal yang ingin ia sampaikan. Ungkapkan lebih tepatnya. Beberapa hari yang lalu, Tira mendapati kabar jika Radit akan melanjutkan studynya ke Aussie. Jadi mau tidak mau dia harus ketemu dan menanyakan soal kebenaran itu.

    “Para hadirin dipersilahkan menduduki tempatnya masing-masing karena acara sebentar lagi akan dimulai”. Stella yang berperan sebagai MC tampil dengan gaun emas yang super glamour.
Tampaknya tak tanda-tanda kehadiran Radit. Tira mulai gusar. Ia merasa tak tenang. Sampai akhirnya ia dipanggil untuk memberikan kata sambutan kepada tamu yang hadir mewakili Rasti sebagai ketua Osis.

    Seruan tepuk tangan membuat Tira semakin merasa deg-degan untuk naik ke atas panggung. Ia berdiri dari tempat duduknya dan melangkahkan kaki menuju panggung. Disetiap langkahnya, Ia selalu mengucapkan “bismillah” dan menarik nafas panjang-panjang untuk menghindari hal yang tidak diinginkan terjadi. Kini ia sudah berada di tengah panggung dan siap memberikan sambutan.

   “Assalamualaikum...”

     Tira memberikan kata sambutan untuk para tamu undangan yang hadir dan memberikan sepatah dua patah kata sebagai wakil ketua Osis. Disepanjang kalimat-kalimat yang ia lontarkan, Tira mengalihkan pandangan kesudut-sudut ruangan. Sejak tadi batang hidung Radit, belum kelihatan sama sekali. Namun, Tira tetap memfokuskan pikirannya kepada pidato yang ia lontarkan. Pada menit terakhir, mata Tira terpaku pada sosok lelaki yang daritadi memberinya kode dengan melambaikan tangan dari arah pintu masuk.

  “Raka”, gumamnya dalam hati.

Melihat kelakuan Raka, Tira kembali fokus dan mempercepat pidatonya.

   Setelah para tamu undangan memberikan sambutan tepuk tangan yang meriah, Tira beranjak pamit dari panggung dan langsung menuju ke tempat Raka berdiri. Ia berlari dengan kecil-kecil, karena high heels yang dia pakai memiliki tinggi sekitar 7 cm. Tidak sampai 30 langkah, melewati lorong-lorong jalan dan para tamu, kini ia berada dihadapan Raka.

    Tira merasakan ada yang tidak beres. Tira menggenggam erat kedua tangannya. Tak lama Raka menarik tangan Tira keluar dari gedung menuju ke arah parkiran mobil.

    “apaan sih? Sakit, Ka”. Sadar akan jeritan Tira, Raka merenggangkan sedikit genggamannya. “cepetan Tir”, ucap Raka dengan nada gelisah.“Kita mau kemana? Ngapain buru-buru sih?”. Tanpa memperdulikan ocehan pertanyaan-pertanyaan Tira, Raka hanya terdiam dan bergegas masuk kedalam mobil bersama Tira. Diperjalanan Tira tidak hentinya melontarkan pertanyaan dalam dirinya. Jalanan tampak ramai. Tidak sepi seperti sebelumnya. Jajanan pinggir jalan, tampak ramai oleh pengunjung. Lampu-lampu berjejer dipinggir jalan, memberikan cahayanya sepanjang jalan kota Jakarta.

   “Raka kenapa sih? Jangan-jangan....eh nggak. Masa ia?”, lirihnya dalam hati. Tira berfikir bahwa sahabatnya ini akan membawa dia ketempat yang special yang daritadi tidak akan diberitahunya. Alunan musik jazz dari Tompi, terdengar hingga ke sudut-sudut mobil Raka. Tidak ada topik yang mereka bicarakan. Mereka terdiam.

Raka menyalakan weser mobil ke arah kanan dan segera berbelok.

Rumah sakit?”, gumam Tira pelan.

    Raka mengambil karcis dan langsung mencari parkiran yang kosong. Sesampainya diparkiran, Raka mematikan mesin mobil dan membukakan Tira pintu lalu menariknya cepat masuk ke arah lobi. Raka menuju ke resepsionis. “Mbak, ruang ICU dimana ya?”, tanya Raka. Mbak-mbak resepsionis menyebutkan arah sambil mendeskripsikannya melalui gerakan tangannya.

     Setelah mendengar arahan dari si Mbak-mbak tadi, Raka menarik tangan Tira. Tiba-tiba Tira, melepaskan tangannya secara paksa dari genggaman Raka. Detik itu juga, Raka membalikkan badan dan memandangi wajah Tira yang mulai menunjukkan ekspresi emosi.

    “sebenarnya kita mau kemana sih, Ka?”, Tira benar-benar sedang berda diluar kontrolnya. Ia tak mempedulikan pandangan orang-orang rumah sakit yang melihat ke arahnya dan Raka. “Lo nggak denger tadi? Kita ke ICU!”, dengan emosi Raka mengeluarkan suara membentak, sampai ketika Tira tertunduk. “Tapi ada apa, Ka? Coba lo jelasin”, padangan Tira mulai kabur ditutupi oleh air mata yang mulai berlinang dari matanya. Raka melangkah maju lebih dekat kearah Tira dan memeluknya.

     “gue nggak kuat sama sekali ngasih tau lo sekarang, tapi melihat keadaan lo mungkin emang sekarang saatnya gue ngasih tau lo. Sorry banget Tir, daritadi gue ngebuat lo emosi. Gue nggak maksud sama sekali. Gue sayang ama lo, gue nggak mau lo kecewa sama gue. Tadi juga gue baru denger dari temen-temen yang lain. Kalau Radit.....”, sebelum Raka menyelesaikan kalimatnya, Tira tiba-tiba melepaskan pelukannya dari Raka.

  “Radit kenapa? Radit kenapa?”
  “Radit....emmmm”.
  “Radit kenapaaaaa!!!Lo kenapa sih, Ka!!!!”
  “Radit....kecelakaan Tir, tadi dia bareng anak-anak tapi keadaan dia yang paling parah”.

    Tanpa mendengar penjelasan dari Raka, Tira berlari menyambar pundak Raka dan langsung menuju ke ruang ICU. Samar-samar, ia masih mengingat arahan dari suster di resepsionis tadi. Raka segera mengikuti Tira. Tak cukup lama Tira berlari, kini ia terhenti sejenak setelah melihat Toro, Rafi dan beberapa orang yang mungkin adalah keluarga Radit sedang berkumpul di depan suatu ruangan.

    Tira merasakan tubuhnya bergetar dan menjadi patung sejenak. Dengan berat hati, ia melangkahkan kakinya. Langkah demi langkah. Ia menutup kedua mulutnya dan menggelengkan kepala dengan rasa ketidakpercayaan atas apa yang ia lihat sekarang. Tak cukup 10 langkah, kini Tira berada didepan ruangan ICU.

     “Radit kenapa, Raf? Radit kenapa?”, Tira menarik-narik baju Rafi.
     “tenang Tir, tenang. Dokter masih meriksa dia, mudah-mudahan ada keajaiban untuk dia, Tir”, jelas Rafi.

     Seketika Tira tertunduk dan merasakan sakit yang luar biasa dihatinya. Raka merangkulnya dari belakang dan menggiring Tira ke tempat duduk yang berada disekitar mereka sambil menunggu kabar dari dokter selanjutnya.

20 menit kemudian...

     Terdengar suara gagang pintu dan pintupun terbuka. Terlihat laki-laki menggunakan baju, lebih tepatnya jubah berwarna hijau (baru khusus operasi) mucul dari balik pintu. Seorang dokter segera bertanya siapa keluarga dari pasien didalam.

    “Saya dok”, orangtua yang berumur sekitar 40an tahun yang tak lain adalah Ibunda dari Radit, kini berdiri dihadapan dokter tersebut.

    Sang dokter melepaskan kacamatanya dan menyentuh pundak Ibunda dari Radit, “Kita sudah berusaha semaksimal mungkin, bu. Tapi apa daya, respon dari anak Ibu adalah negatif. Kami berharap Ibu bisa lebih sabar menghadapi kenyataan bu.”

    Mendengar kalimat itu, Tira menutup mulutnya karena tak kuasa menahan sedih. Ia tertunduk. Ia merasakan tubuhnya lemas seketika. Ia tidak dapat merasakan apapun. Pandangannya kabur. Ia tak habis pikir akan mendengar kabar seperti ini. Kini pandangan Tira kosong.

Benar-benar kosong.


      Dari malam hingga pagi hari, tak hentinya Raka dan Desya menunggu Tira terbangun dari pingsannya semalam. Tira kelihatan shock berat setelah mendengar kalimat-kalimat yang keluar dari mulut si pak dokter. Tentu, bukan hanya Tira yang merasakannya. Tapi, mereka semua harus menerima semua kenyataan yang terjadi.

  “Dit....Radit....”

      Raka menatap ke arah Tira. Dilihatnya Tira, mengucapkan nama 'Radit' berulang-ulang. Raka mengambil langkah menuju kearah Tira yang terbaring diatas tempat tidur. Desya mengusap-ngusap wajah Tira. Tak perlu menunggu lama, kini Tira membuka mata. Masih dengan tatapan kosong, ia memandangi langit-langit kamarnya. Tira menoleh ke arah Raka dan berbalik menoleh ke arah Desya.

    “Tir, lo harus nerima kenyataan, Radit udah nggak ada”. Mata Tira terlihat berkaca-kaca setelah mendengar ucapan Desya. Ia merasa masih belum bisa menerima semuanya. Semua bagaikan mimpi baginya. Kenapa harus secepat itu? Masih banyak hal yang ingin ia sampaikan ke Radit.

     Tira terdiam. Membiarkan pipinya basah oleh linangan air mata. Ia merasa tak bisa menahan semua perasaannya. Ia tertunduk dan kemudian menutup mukanya dengan kedua telapak tangannya. Dan meneriakkan nama Radit sekeras mungkin. Desya segera memeluk Tira untuk menenangkannya. Raka hanya bisa tertunduk melihat keadaan sahabatnya.

 “Tir, gue harap lo mau hadir di acara pemakaman Radit, entar sore jam 4. Lo harus kuat, Tir”, desis Raka.

     Kini Tira mengangkat pandangannya. Ia mengusap air mata yang membasahi pipinya. Menyadari segalanya harus ia ikhlaskan. Ia menarik nafas dalam-dalam. Berusaha untuk menenangkan diri. Berusaha menerima semuanya. Tira memutuskan untuk menghadiri upacara pemakaman Radit. Sekali lagi ia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Ia berkata dalam hati...

  “Sabar, Tir. Ikhlas”