Minggu, 15 Juli 2012

irreplaceable PART 7

Jarum jam menunjukkan pukul 16.10

      Langit terlihat mendung. Udara yang dingin membuat Tira mengelus-ngelus kedua tangannya. Kini ia sedang berada di area pemakaman Radit. Dilihatnya beberapa orang sudah memenuhi area pemakaman. Tira mengambil langkah pertamanya turun dari mobil. Ditemani bersama Desya dan Raka, Tira meneruskan langkahnya menuju ke arah segerombolan orang yang sedang mengelilingi makam Radit.

     Terdengar bacaan doa yang terucap dari mulut para tamu yang datang. Tira ikut berdoa bersama orang-orang disekitarnya. Ia tak kuasa menahan air mata yang sejak ia datang tadi, ingin membasahi pipi mungilnya. Kini semuanya terlampiaskan. Tira berjalan melewati beberapa orang yang berdiri disekitar makam, hingga akhirnya ia berdiri depan sebuah papan yang telah tertancap di tanah bertuliskan nama lengkap Radit.

  Raditya Putra Agung

        Tira menggelengkan kepala. Ia tak percaya yang sedang berada dihadapannya adalah makam orang yang ia sayangi. Sejak dulu. Raka yang tidak tega melihat tangisan sahabatnya yang semakin kencang, segera memeluknya erat-erat.


udahlah, Ka. Tinggalin gue sendiri dulu. Ntar gue nyusul deh”.

     Tira merasa ingin sendiri dan mengungkapkan segala isi hatinya kepada Radit. Meskipun ia tahu, Radit tidak nyata. Lagi. Seketika Raka meninggalkan Tira sendirian. Raka merasa mungkin ini adalah jalan yang terbaik untuk membuat perasaan Tira lebih tenang lagi.

      Tira menatap lurus ke papan putih yang berada dihadapan. Mata Tira kembali berkaca-kaca. Ia mengingat kembali kejadian-kejadian yang ia lalui bersama Radit. Diusapnya papan itu dan menaburkan bunga-bunga di atas makam Radit.

     “Kenapa, Dit? Kenapa lo cepat banget pergi dari kehidupan gue? Apa gue nggak punya arti apa-apa buat lo? Selama setahun, gue nyimpen rasa ini ke lo. Gue nggak tau apa yang lo rasain ke gue. Lo inget nggak pas lo gue ngejek lo? Lo inget nggak pas lo dikerjain sama anak-anak karena lo murid baru? Pertama lo masuk, gue udah punya rasa yang beda. Tiba-tiba lo datang jadi pahlawan gue dan sekarang? Tiba-tiba lo ngilang. Ninggalin gue. Sendiri, Dit. Dengan perasaan yang sakit. Gue ngerasa jatuh kedalam lubang yang dalam dan nggak bisa keluar lagi. Gue terjebak dengan perasaan gue sendiri. Diiittttttttt!!!!!”
Tira tidak mampu membendungi perasaan sedih yang ia alami karena kepergian Radit. Untuk sesaat, Tira terdiam. Menunduk. Menenangkan perasaannya.

     “Mungkin lo udah tenang disana. Mungkin nggak seharusnya gue nangis didepan lo seperti ini. Maaf, Dit. Gue cengeng banget. Mungkin ini adalah takdir gue. Tuhan sudah merencanakan ini semua. Gue nggak boleh nangis lagi. Gue harus tetap tersenyum, biar lo nggak ikut sedih juga. Asal lo tau, Dit. Sampai kapanpun lo nggak bisa tergantikan oleh siapapun dihati gue. Cuma lo, Dit. .”

      Tira mengusap air mata dipipinya. Menaburkan kembali bunga-bunga dan tersenyum menatap makam Radit. Ia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya. Ia berdiri dan berbalik menuju ke area parkiran yang tak jauh dari makam Radit. Dilihatnya Raka melambaikan tangan ke arahnya. Tak sampai 5 langkah ia meninggalkan tempat ia berdiri tadi, Tira berbalik badan dan menatap makam Radit mungkin untuk terakhir kalinya. Tira tidak ingin terus berlarut dalam kesedihan.

“Selamat tinggal, Radit”.

       Tirapun melanjutkan langkahnya. Berharap semua akan baik-baik saja. Ia harus merelakan kepergian Radit. Tira memejamkan mata dan menghirup udara yang sejuk. Berharap besok ia akan kembali ceria dan memulai harinya dengan senyuman. 

:D:D:D:D:D:D 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar